Jaketjeans berwarna biru wash ini didesain menyerupai hoodie dengan tudung kepala dan lengan berwarna abu-abu. Identik dengan style anak muda, jaket satu ini akan membuat streetwear kamu terlihat lebih modis dan gaul. Harga jaket pria terbaik dari Pull And Bear ini sendiri sekitar Rp 699.900. 13. Nike ACG Men's Lightweight All-Over Print Jacket
Untukmemahami hal ini, harus diperhatikan bahwa di negeri-negeri timur, memakai tudung kepala menandakan entah aib atau sikap tunduk. Ini bertentangan dengan kebiasaan di Barat, di mana orang yang tidak memakai tudung kepala berarti tunduk, sedangkan yang memakai tudung kepala berarti unggul dan berkuasa.
Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS tudung untuk kaum pria. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Tudung kepala untuk kaum pria: PECI: Penutup kepala, dipakai di kepala oleh pria Indonesia: KOKO: Baju yang indentik dengan busana
Sistemkami menemukan 25 jawaban utk pertanyaan TTS tudung kepala untung kaum pria. Kami mengumpulkan soal dan jawaban dari TTS (Teka Teki Silang) populer yang biasa muncul di koran Kompas, Jawa Pos, koran Tempo, dll. Kami memiliki database lebih dari 122 ribu.
Sebelummemijat kulit kepala, oleskan minyak kelapa pada telapak tangan agar kandungan vitamin dan mineral dalam minyak mempercepat pertumbuhan rambut. 3. Bersabarlah selama rambut mengalami "masa transisi". Sewaktu memanjangkan rambut, ada saatnya rambut belum panjang, tetapi tidak pendek.
fIYP. Lori Official Writer Penggunaan kerudung identik dengan sebuah keyakinan jati diri dimana wanita harus menutupi kepalanya. Kerudung atau tudung kepala ternyata ada ditulis dalam Alkitab lho! Fakta Alkitab kali ini akan membahas Kerudung atau Tudung Kepala. Bagaimana sejarah kerudung mulai diterapkan sebagai kewajiban di zaman dulu? Apakah wanita Kristen wajib untuk menggunakan kerudung? Asal Usul Kerudung Kerudung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, adalah kain penutup kepala perempuan. Kerudung berbentuk semacam selendang yang menutupi bagian atas kepala dan rambut perempuan. Penggunaan Kerudung dalam kehidupan sehari-hari dilakukan karena berbagai tujuan, seperti untuk kehangatan bagian tubuh tertentu, kebersihan, bentuk tradisi, untuk fashion, atau jati diri dengan alasan keagamaan, kesopanan, dan berbagai alasan lainnya. Selain kerudung, ada beberapa istilah yang bisa digunakan untuk kain lainnya yang menutupi kepala ini, diantaranya shayla, snood, chador, niqab, burka, turban, dan lain sebagainya. Penutup kepala untuk perempuan sudah dikenal ribuan tahun yang lalu. Penduduk Iran tempo dulu, kelompok-kelompok Yahudi, dan juga bangsa India merupakan bangsa pemakai kerudung. Kerudung juga digunakan sebagai pakaian yang terhormat oleh kaum wanita Zaroaster, Hindu, Yahudi, dan Kristen. Sementara itu di abad 17, kaum wanita di beberapa daerah nusantara sudah menggunakan kerudung. Baca Juga FaktaAlkitab Kapan Orang Kristen Harus Ibadah Puasa? Sejarah Kerudung Dalam Tradisi Yahudi Dr. Menachem M. Brayer, yang merupakan seorang pemuka agama Yahudi yang juga sebagai Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa pakaian wanita Yahudi yang bepergian keluar rumah yaitu dengan menggunakan penutup kepala. Dr. Brayer Dalam bukunya tersebut mengutip pernyataan beberapa Rabbi atau pendeta Yahudi kuno yang terkenal "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut istrinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan." Selain itu Dr. Brayer menambahkan bahwa, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim koin Yahudi untuk pelanggaran tersebut. Sementara itu Hukum Yahudi melarang seorang Rabbi untuk memberikan berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap “telanjang". Kerudung juga menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki oleh seorang wanita yang mengenakannya. Martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi bisa dinilai dari kerudung di kepalanya. BACA HALAMAN BERIKUTNYA ->W. Schneider menyatakan bahwa dikalangan masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati. Asal Usul Kerudung dalam Alkitab Dalam Alkitab, kata kerudung pertama kali muncul dalam Yesaya 319 yang bunyinya, “perhiasan-perhiasan telinga, pontoh-pontoh dan kerudung-kerudung;” Ayat ini merupakan bagian dalam teguran nabi Yesaya kepada para wanita Yerusalem yang sombong. Teguran Tuhan yang menyebut kata kerudung, jelas menunjukan bahwa busana wanita Israel di zaman itu sudah menggunakan kerudung atau tudung kepala untuk menutupi kepala dan rambutnya. Sementara itu Talmud Yahudi menjelaskan mengenai aturan yang ketat tentang busana kaum perempuan. Dimana kaum wanita yang keluar ke tempat umum dan berbicara dengan laki-laki tanpa mengenakan penutup kepala kerudung maka suaminya boleh menceraikannya tanpa membayar mahar. Dalam Kitab Zefanya 18 diterangkan, “Pada hari perjamuan korban Tuhan itu, Aku akan menghukum para pemuka, para anak-anak raja dan semua orang yang memakai pakaian asing.” Pakaian asing yang dimaksud adalah yang melenceng dari syariat Yahudi, yaitu pakaian besar yang menutup rambut hingga seluruh tubuh yang disebut tiche atau snood, sesuai dengan aturan kesopanan Yahudi Baca Juga Fakta Alkitab Ini Dia Kacang Merah Yang Bikin Esau Sampai Rela Jual Hak Kesulungannya Tudung Kepala Tanda Harga Diri 1 Korintus 11 2-16 adalah bagian Alkitab Perjanjian Baru yang membahas mengenai penutup kepala atau hiasan kepala bagi wanita. Dalam Ayat 6, Rasul Paulus menegaskan perihal tudung kepala seorang wanita, “Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya.” Di masa pelayanan Rasul Paulus, wanita menutupi kepalanya atau menudungi kepalanya untuk menunjukkan sikap sopan dan tunduknya kepada sang suami, serta demi menyatakan martabatnya. Tudung mengandung arti bahwa wanita harus dihormati dan dihargai. Tanpa tudung, ia tidak memiliki martabat. Kaum pria tidak menghormati wanita yang tidak memakai tudung karena mereka seolah-olah memamerkan dirinya di depan umum secara memalukan. Maka dengan demikian, tudung kepala berfungsi sebagai suatu tanda harga diri dan kemuliaan seorang wanita sebagaimana Allah telah menciptakannya. BACA HALAMAN BERIKUTNYA ->Kerudung dan Keagamaan Penggunaan kerudung atau tudung kepala dapat menjadi sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan. Misalnya bagi Perempuan Yahudi Ortodoks yang sudah menikah dimana mereka diwajibkan untuk menutupi rambut mereka dengan kerudung. Kerudung yang mereka gunakan dikenal dengan sebutan tiche atau snood, sesuai dengan aturan kesopanan tzniot. Para wanita Yahudi yang menetap di Eropa menggunakan kerudung sampai abad ke-19 hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi tempat ibadah mereka. Baca Juga FaktaAlkitab Dimanakah Lokasi Taman Eden yang Sebenarnya? Kerudung juga dipakai oleh wanita Kristen Katolik saat menghadiri Misa atau Perayaan Ekaristi. Kerudung ini disebut Kerudung Misa atau Mantilla. Tradisi ini sebenarnya sudah ada sejak lama di dalam kalangan gereja mengenai penggunaan Mantila oleh wanita dalam perayaan Ekaristi. Bahkan sudah ada sejak zaman Rasul Paulus. Namun berjalannya waktu tradisi ini sudah mulai hilang termakan oleh zaman modern. Meskipun demikian, penggunaan Kerudung Misa belakangan ini mulai dipopulerkan kembali oleh Gereja mengingat makna pemakaiannya yang sangat mulia. Akan tetapi pemakaian Kerudung Misa ini tidaklah menjadi kewajiban setiap wanita namun sebagai bentuk devosi serta bentuk ketaataan atau kerendahan diri kepada Allah saat mengikuti Perayaan Misa. Prinsip di balik pemakaian tudung ini sampai sekarang pun masih diperlukan. Seorang wanita Kristen harus berdandan dengan sopan dan dengan hati-hati, mengenakan pakaian yang pantas dan bermartabat sehingga ia dapat pergi ke mana saja dengan aman dan hormat. Ketika seorang wanita berdandan dengan sopan dan pantas bagi kemuliaan Allah, dia mempertinggi tingkat martabat dan kelayakannya sendiri yang telah dikaruniakan oleh Allah. Sumber Halaman Tampilkan per Halaman
TUDUNG KEPALA Di kalangan orang Ibrani, tutup kepala tidak begitu ditonjolkan sebagai salah satu perlengkapan pakaian yang dikenakan sehari-hari. Jika perlu, adakalanya rakyat jelata memakai mantel atau jubah sebagai tutup kepala. Namun, tudung kepala yang indah sering kali dikenakan oleh pria-pria yang menduduki jabatan resmi, juga oleh pria maupun wanita pada perayaan atau peristiwa khusus. Imam-imam Israel memiliki model tutup kepala yang sudah ditetapkan.—Kel 284, 39, 40; lihat MAHKOTA; PAKAIAN. Jenis-Jenis Tudung Kepala dalam Kitab-Kitab Ibrani. Tutup kepala pertama yang disebutkan dalam Alkitab adalah kain kepala yang Ribka kenakan ketika ia bertemu dengan Ishak. Kej 2465 Kata Ibrani yang digunakan di ayat itu adalah tsaʽifʹ, yang di ayat-ayat lain diterjemahkan menjadi ”selendang”.—Kej 3814, 19. Serban Ibr., mitsneʹfeth imam besar terbuat dari linen halus dan dililitkan pada kepala, di bagian depannya terdapat lempeng emas yang diikat dengan tali biru. Kel 2836-39; Im 164 Tutup kepala yang indah milik imam-imam bawahan juga ’dililitkan’ pada kepala, tetapi untuk tudung kepala mereka kata Ibrani lain mighbaʽahʹ digunakan, yang menunjukkan bahwa bentuknya berbeda dan mungkin tidak serumit serban imam besar. Selain itu, tutup kepala imam bawahan tidak memiliki lempeng emas.—Im 813. Ayub menyebutkan serban dalam arti kiasan, menyamakan keadilannya dengan sebuah serban. Ayb 2914; bdk. Ams 19; 47-9. Kaum wanita kadang-kadang memakai serban. Yes 323 Di ayat-ayat ini kata Ibraninya adalah tsanifʹ. Kata itu digunakan dalam ungkapan ”serban kerajaan” di Yesaya 623, dan di Zakharia 35, untuk tutup kepala imam besar. Peʼerʹ, yang tampaknya mirip serban, dikenakan oleh pengantin laki-laki Yes 6110 dan menjadi simbol sukacita. Yes 613; bdk. Yeh 2417, 23. Kata ini juga digunakan untuk tudung kepala wanita Yes 320 dan untuk tudung kepala imam-imam.—Yeh 4418. Ikat kepala Ibr., syevisimʹ kelihatannya terbuat dari jalinan kain. Yes 318 ”Serban berliontin” Ibr., tevulimʹ yang menurut uraian Yehezkiel terdapat pada kepala para pejuang Khaldea bisa jadi berwarna-warni dan banyak hiasannya.—Yeh 2314, 15. Tiga pemuda Ibrani rekan Daniel, yang berpakaian lengkap dan bahkan mengenakan topi, dilemparkan ke dalam tanur Nebukhadnezar. Topi yang mereka kenakan itu mungkin adalah petunjuk gelar atau pangkat mereka. Ada yang beranggapan bahwa topi tersebut berbentuk kerucut.—Dan 321. Tutup Kepala pada Zaman Dahulu dan Zaman Modern. Kebanyakan gambar ukiran pada monumen dan relief di Mesir, Babilon, dan Asiria menggambarkan situasi peperangan dan perburuan, atau istana atau kuil. Akan tetapi, orang Mesir khususnya memiliki cukup banyak gambar tentang pekerja-pekerja yang menangani berbagai benda seni dan keterampilan. Pada gambar-gambar tersebut para raja, pemimpin, dan bangsawan diperlihatkan mengenakan berbagai macam tudung kepala, sedangkan rakyat jelata sering kali digambarkan tanpa tutup kepala, atau kadang-kadang memakai tutup kepala yang agak ketat. Bentuk tudung kepala yang sangat mirip dengan yang ada di Timur Tengah sekarang adalah kaffiyeh, yang dikenakan oleh orang Badui. Tudung itu terdiri dari sehelai kain persegi yang dilipat sehingga tiga ujungnya terjuntai di punggung dan bahu. Tudung ini diikatkan pada kepala dengan seutas tali sehingga hanya wajah yang kelihatan sedangkan kepala dan leher terlindung dari sinar matahari dan angin. Kemungkinan besar tutup kepala seperti itu dikenakan oleh orang-orang Ibrani pada zaman dahulu. Sebagai Tanda Ketundukan. Selain sebagai salah satu perlengkapan pakaian, tudung kepala memiliki makna rohani yang penting di kalangan hamba Allah yang berkaitan dengan kekepalaan dan ketundukan. Rasul Paulus menguraikan prinsip kekepalaan yang ditetapkan Allah yang berlaku dalam sidang Kristen, dengan mengatakan, ”Kepala dari setiap pria adalah Kristus; selanjutnya kepala dari seorang wanita adalah pria; selanjutnya kepala dari Kristus adalah Allah.” 1Kor 113 Paulus menekankan bahwa apabila seorang wanita berdoa atau bernubuat di dalam sidang, ia hendaknya mengenakan tudung kepala sebagai ”tanda wewenang”, yang menunjukkan bahwa ia mengakui kekepalaan pria dan tunduk kepada wewenang teokratis yang patut. 1Kor 114-6, 10 Tidak diragukan hal itu juga menjadi kebiasaan para nabiah zaman dahulu, seperti Debora Hak 44 dan Hana Luk 236-38, sewaktu mereka bernubuat.—Lihat RAMBUT. Sebaliknya, sang rasul memperlihatkan bahwa pria hendaknya tidak mengenakan tudung kepala sewaktu memimpin di hadapan sidang jemaat, misalnya sewaktu berdoa atau bernubuat. Itulah kedudukan normal seorang pria di bawah penyelenggaraan Allah. Apabila pria mengenakan tudung kepala dalam kasus-kasus itu, ia akan mempermalukan kepalanya sendiri. Selain itu, jika ia melakukan hal itu ia tidak menunjukkan respek kepada Yesus Kristus sebagai kepalanya maupun kepada Kepala Tertinggi, Allah Yehuwa, karena pria adalah ”gambar dan kemuliaan Allah”, yang semula diciptakan sebagai wakil Allah di bumi. Pria hendaknya tidak mengaburkan fakta itu dengan mengenakan tudung kepala. Pria diciptakan pertama, sebelum wanita; wanita ”berasal dari pria” dan diciptakan ”demi kepentingan pria”. Sifat-sifat wanita merupakan ungkapan kehormatan dan martabat pria, sama seperti sifat-sifat pria merupakan cerminan kehormatan dan martabat Allah. Oleh karena itu, wanita Kristen hendaknya dengan senang hati mengakui kedudukannya yang lebih rendah dengan memperlihatkan kesahajaan dan ketundukan; ia juga hendaknya bersedia mempertunjukkan sifat itu secara terang-terangan dengan mengenakan kerudung atau bahan lain sebagai tudung kepala. Ia hendaknya tidak berupaya merebut kedudukan pria, tetapi sebaliknya menjunjung kekepalaan pria.—1Kor 114, 7-10. Pada waktu sang rasul menulis surat kepada orang-orang Kristen di Korintus, mereka ini tinggal di antara orang Eropa dan Semitik, yakni orang-orang yang tidak membuat perbedaan alami dalam hal panjang rambut pria dan wanita. Budak-budak wanita dan orang-orang yang kedapatan melakukan percabulan atau perzinaan dicukur rambutnya. Dalam suratnya Paulus menarik perhatian kepada rambut panjang alami milik kaum wanita di sidang itu, dan menyebutnya sebagai pengingat tetap dari Allah bahwa kodrat wanita adalah untuk tunduk kepada pria. Oleh sebab itu, wanita hendaknya mengakui hal ini sewaktu melakukan apa yang biasanya menjadi tugas pria dalam sidang Kristen, dan ia hendaknya mengenakan semacam tudung kepala di samping rambut alaminya. Dengan demikian, ia akan memperlihatkan bahwa ia mengakui prinsip kekepalaan yang ditetapkan Allah dan bahwa ia membedakan antara kegiatan normalnya sehari-hari dan tugas-tugas khusus yang dilaksanakan dalam sidang, misalnya sewaktu tidak ada pria yang memenuhi syarat, atau sewaktu ia mengajar orang-orang lain secara pribadi dalam suatu forum resmi berupa pengajaran Alkitab yang dihadiri oleh suaminya atau anggota pria dari sidang.—1Kor 1111-15. Guna memberikan alasan yang jitu kepada sidang Allah agar mengikuti prosedur tersebut, sang rasul menunjuk kepada para malaikat Allah, yang ”diutus untuk melayani mereka yang akan mewarisi keselamatan”. Ibr 113, 14 Pribadi-pribadi roh yang perkasa itu berminat dan peduli akan terjaganya kedudukan orang Kristen dalam penyelenggaraan Allah sehingga tatanan teokratis dan ibadat murni dapat terus terpelihara di hadapan Allah.—1Kor 1110. Kita dapat memahami dengan lebih baik perlunya nasihat itu bagi sidang di Korintus zaman dahulu apabila kita tahu bahwa pada waktu itu merupakan kebiasaan umum bagi kaum wanita untuk selalu berkerudung di depan umum. Hanya orang-orang bertingkah laku bebas yang tidak berkerudung. Dan imam wanita kafir di kuil-kuil tampaknya ikut-ikutan menyingkirkan kerudung mereka dan membiarkan rambut mereka tergerai acak-acakan sewaktu mengaku mendapat ilham ilahi. Praktek semacam itu dalam sidang Kristen akan mendatangkan aib dan cemooh atas penyelenggaraan Allah Yehuwa berupa kekepalaan dan ketundukan. Paulus mengakhiri argumennya dengan mengatakan bahwa sekalipun ada orang yang membantah oleh karena suatu kebiasaan mana pun selain kebiasaan yang telah Paulus tetapkan, sidang hendaknya mengikuti nasihat sang rasul sehubungan dengan mengenakan tutup kepala. Dengan demikian, instruksi tersebut dapat diterapkan dalam sidang Kristen di mana-mana dan kapan pun.—1Kor 1116. Orang-orang Ibrani pada zaman dahulu mengenakan tudung kepala tidak saja sebagai perlengkapan pakaian tetapi mereka juga akan menutupi kepala sebagai tanda berkabung. 2Sam 1530; Yer 143 Kaum wanita juga memperlihatkan kesahajaan dengan cara demikian. Tidak lama sebelum Ribka bertemu Ishak, ia ”mengambil kain kepala dan menutupi dirinya”, tampaknya sebagai lambang dari ketundukannya kepada Ishak sebagai orang yang akan menjadi suaminya.—Kej 2465; lihat KEKEPALAAN.
BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TUDUNG KEPALA PRIA PADA BUSANA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GORONTALO JURNAL Diajukan untuk memenuhi salah satu pensyaratan dalam mengikuti Ujian Sarjana Pendidikan pada Program Studi S1 Pendidikan Teknik Kriya Fakultas Teknik Oleh NURHAYATI DAWALI NIM 544 409 029 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS TEKNIK JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK KRIYA PROGRAM STUDI SI PENDIDIKAN TEKNIK KRIYA 2013 BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA TUDUNG KEPALA PRIA PADA BUSANA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT GORONTALO Nurhayati Dawali, Yus Iryanto Abas, Noval S. Talani Mahasiswa Teknik Kriya, Dosen Teknik Kriya, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Gorontalo Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data akurat mengenai bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan metode deskriptif yaitu menguraikan secara utuh berbagai objek dari subjek yang diteliti. Subjek penelitian adalah bentuk, fungsi, dan makna tudung payungo dan paluwala. Objek penelitiannya adalah tudung payungo dan tudung paluwala. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis secara interaktif, melalui tahapan mereduksi data, menyajikan data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa a Bentuk tudung payungo meliputi bentuk dasar segi empat, segi tiga, buah bitila, rantai, buah padi dan bulan bintang. Sedangkan pada bentuk tudung paluwala meliputi bentuk segi tiga sama kaki, bulan sabit, daun bitila, ular naga, bunga rose, dan rantai; b Fungsi tudung payungo dan paluwala selain memiliki fungsi secara umum sebagai tudung kepala pada saat akad nikah dan resepsi pernikahan juga memiliki fungsi seni, fungsi aksesoris, dan fungsi estetika; c Makna tudung payungo terkandung pada empat warna adat daerah Gorontalo yang disebut tilabatayila yaitu warna merah, kuning, hijau, dan ungu juga pada bagian aksesoris. Sedangkan pada tudung paluwala maknanya pada warna hitam pembungkus tudung, dan juga pada bagian aksesoris; d Perbedaan dan persamaan tudung payungo dan paluwala terdapat pada bentuk dasar, tambi’o, fungsi, dan makna dari setiap tudung payungo dan paluwala. Kata kunci Bentuk, Fungsi, Dan Makna Tudung Kepala Pria Payungo dan Paluwala. PENDAHULUAN Salah satu karya seni yang ada di Gorontalo adalah pakaian adat. Pakaian adat Gorontalo ada beberapa jenis di antaranya pakaian adat untuk aqikah, pakaian adat khitanan, molondalo, dan pakaian adat perkawinan. Untuk pakaian adat perkawinan ada dua macam yang dipakai pada dua prosesi yaitu prosesi akad nikah dan prosesi resepsi pernikahan. Pakaian adat perkawinan adalah salah satu contoh karya seni yang telah diwarisi secara turun temurun sehingga, telah menjadi budaya lokal masyarakat. Dalam melangsungkan perkawinan, pengantin pria dan wanita mengenakan pakaian adat dan bagi pengantin pria dilengkapi dengan tudung kepala. 2 Tudung kepala yang dipakai oleh pria ada dua bentuk yang dipakai berdasarkan dua prosesi adat perkawinan tudung kepala yaitu pria pada prosesi akad nikah dan tudung kepala pria pada prosesi resepsi pernikahan. Kedua tudung kepala pria yang dipakai pada dua prosesi yang berbeda itu memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda. Perbedaan bentuk dan fungsi dapat mendorong adanya makna yang berbeda pula. Meskipun terdapat perbedaan tidak menutup kemungkinan akan ada beberapa persamaan jika dilihat dari beberapa bentuk, fungsi, dan makna secara spesifik. Berdasarkan perbedaan dan persamaan bentuk dan fungsi tudung kepala pria secara spesifik maka masyarakat diharapkan mampu melihat dan membedakan, bentuk dan fungsi tudung kepala pria agar bisa menjaga kelestarian budaya daerah. Dengan demikian penelitian tentang bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria yang merupakan bagian dari pakaian adat perkawinan masyarakat Gorontalo relevan dilaksanakan. Karena peneliti melihat bahwa kedua tudung tersebut memiliki keunikan-keunikan bentuk tudungnya maupun aksesoris yang digunakan disamping penggunaannya pada prosesi adat yang berbeda, yaitu prosesi akad nikah dan resepsi perkawinan. Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan “bagaimana bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan Gorontalo?” Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk 1. Untuk mengetahui dan memahami bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. 2. Menemukan perbedaan dan persamaan bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria pada busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. PEMBAHASAN Konsep Tudung Kepala Dalam kamus bahasa Indonesia Partanto dan Yuwono 1994495 “tudung” merupakan sesuatu yang dipakai untuk menutup bagian sebelah atas kepala atau lubang. Pendapat lain juga dinyatakan oleh Hariana 2008 87-88 dalam tesis yang berjudul “Busana Adat Perkawinan Suku Gorontalo” bahwa “Pada struktur pakaian adat pengantin laki-laki secara umum yang terdiri dari pakaian bagian atas sebagai penutup kepala untuk pakaian adat paluwala disebut juga paluwala dan untuk pakaian adat payunga tilabatayila disebut payungo, Berdasarkan uraian di atas bahwa tudung merupakan penutup kepala dan juga sebagai pakaian bagian atas sebagaimana diungkap Hariana. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian pada tudung kepala pria yaitu penutup kepala untuk pakaian adat paluwala yang disebut juga tudung paluwala dan untuk pakaian adat payunga tilabatayila yang disebut tudung payungo. Kategori Bentuk Margono dan Azis 2010141 mengemukakan ”Bentuk terjadi melalui penggabungan unsur bidang. Misalnya, sebuah kotak terwujud dari empat sisi bidang yang disatukan. Kesan dan sifat suatu benda lebih ditentukan oleh nada gelap-terang, warna, dan tekstur benda”. Menurut Sanyoto 200993 “Kehadiran 3 bentuk dalam seni rupa tidak terlepas dari peranan garis yang memberi batas ruang, sebagaimana yang terdapat dalam bentuk bidang dua dimensional garis menjadi batas keruangan dengan bidang yang lainnya dan pada bentuk tiga dimensional dibatasi oleh garis imajiner. Maka dalam hal ini, bentuk sangat tergantung dari keberadaan garis yang menentukan identitas dari sebuah bentuk” Berdasarkan pendapat di atas, bentuk dipengaruhi oleh unsur bidang yang berawal dari garis. Keberadaan garis akan membentuk bidang dua dimensional dan bidang tiga dimensional. Bentuk yang di uraikan di atas terkait dengan obyek penelitian yaitu bentuk tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi pernikahan yaitu tudung paluwala dan payungo. Pada bentuk tudung kepala pria tidak hanya bentuk secara visual yang akan diteliti, namun peneliti juga akan meneliti lebih detil juga tentang bentuk-bentuk yang menjadi aksesoris tudung kepala tersebut yaitu pada bentuk hiasan. Bentuk Berupa Titik Pada tambi’o yang terdapat di tudung payungo dan paluwala dimungkinkan menggunakan motif titik dan juga tidak memiliki motif titik. Menurut Sanyoto 200569, ”sebutan yang umum adalah bahwa suatu bentuk dikatakan titik karena ukurannya kecil. Namun, kecil itu sesungguhnya nisbi. Dikatakan kecil manakala obyek tersebut berada pada area yang luas, dan dengan obyek yang sama dapat dikatakan besar manakala diletakkan pada area sempit”. Dari uraian di atas peneliti dapat menjelaskan bahwa bentuk titik yang ada pada tambi’o tudung payungo dan paluwala merupakan salah satu unsur untuk membentuk komposisi bidang dengan dasar berupa titik, karena titik juga dapat berpengaruh terhadap bentuk kreasi suatu obyek. Bentuk Berupa Garis Pembentukan suatu obyek tidak lepas dari adanya garis-garis tertentu. Demikian halnya dengan pembentukan tudung kepala pria yaitu paluwala dan payungo serta pada bagian tambi’o yang dibentuk dengan adanya garis. Bentuk berupa garis dapat dinyatakan oleh Sanyoto 200574, bahwa ”Raut garis adalah ciri khas bentuk garis. Raut garis secara garis besar hanya terdiri dari dua macam, yaitu garis lurus dan garis lengkung. Tetapi secara rinci dapat dibedakan antara lain1 Garis lurus terdiri dari; garis horizontal,garis diagonal, dan garis vertikal. 2 Garis lengkung terdiri dari; garis lengkung kubah, dan lengkung busur. 3 Garis majemuk, terdiri dari; garis zig-zag, garis berombak/lengkung S. 4 Garis gabungan antara garis lurus, lengkung, maupun majemuk”. Dari beberapa gabungan garis di atas, maka peneliti dapat menjelaskan bentuk, fungsi, dan makna tudung payungo serta paluwala berdasarkan adanya beberapa garis tersebut yang juga membentuk tambi’o pada kedua tudung itu. Peranan garis juga diperlukan untuk mengkomposisikan suatu bidang bentuk yang pada pembentukan tudung payungo dan paluwala serta pada bagian tambi’o. Garis-garis yang terdapat pada bentuk-bentuk obyek penelitian ataupun pada 4 bagian aksesoris dapat dikomposisikan menjadi sebuah garis yang bisa memberi kesan pada suatu bidang bentuk tertentu. Misalnya, pada tampak depan tudung payungo dan paluwala, tampak samping kiri dan kanan hingga pada komposisi aksesoris yang terbentuk pada kedua tudung kepala pria tersebut. Bentuk Berupa Bidang Pada pembentukan tudung kepala paluwala dan payungo dibangun dengan dasardasar bentuk bidang geometri dan non geometri. Hal ini didukung oleh pernyataan Sanyoto 200583-84, bahwa ”Macam-macam bentuk bidang meliputi bidang geometri dan non geometri. Bidang geometri adalah bidang teratur yang dibuat secara matematika, sedangkan non geometri adalah bidang yang dibuat secara bebas. Raut bidang geometri atau bidang yang dibuat secara matematika meliputi segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran dan sebagainya”. Uraian di atas menggambarkan bahwa bentuk bidang geometri dan non geometri merupakan suatu bentuk bidang yang digunakan untuk membentuk tudung payungo dan paluwala. Bentuk dasar kedua tudung tersebut dapat dibuat berdasarkan bentuk geometri dan bentuk non geometri, bisa dilihat ketika ada bentuk tudung yang tidak menggunakan dasar bentuk bidang geometri. Bentuk geometri dan non geometri juga berperan pada komposisi suatu bidang bagian tambi’o. Bentuk Berupa Motif Pada tudung payungo dan paluwala tentu memiliki motif berdasarkan ketentuan bentuk, fungsi, dan makna tudung itu sendiri. “Motif bidang bisa berupa bidang geometrik, bidang organik, atau gabungan antara keduanya. Motif flora, fauna, dan manusia umumnya ditampilkan dalam bentuk stilasi dan dekoratif” Margono dan Azis, 201071-72. Berdasarkan pendapat di atas bahwa bentuk berupa motif adalah motif yang yang menjadi tambi’o suatu tudung payungo dan paluwala. Berdasarkan bentuk motif yang menjadi tambi’o dari tudung payungo dan paluwala tersebut maka peneliti dapat menganalisis motif-motif tersebut berdasarkan adanya bentuk, fungsi, dan makna motif itu sendiri bagi tudung payungo dan paluwala. Unsur Warna Pada tudung kepala paluwala dan payungo terdapat beberapa warna yang menjadi ciri khas masing-masing tudung kepala pria tersebut sebagai busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. Menurut Kartika 2004108, “Warna sebagai salah satu elemen atau medium seni rupa, merupakan unsur susun yang sangat penting, baik di bidang seni murni maupun seni terapan. Bahkan lebih jauh dari pada itu warna sangat berperan dalam segala aspek kehidupan manusia….”. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa setiap warna pada benda atau suatu obyek yang ada kaitannya dengan aktifitas manusia tentu 5 terdapat makna tersendiri. Salah satunya pada beberapa warna yang ada pada tudung payungo dan paluwala yang memiliki makna berdasarkan tradisi masyarakat setempat khususnya pada obyek penelitian peneliti yaitu tudung payungo dan paluwala. Dari kedua tudung itu memiliki penggunaan warna yang berbeda, untuk tudung paluwala warna menggunakan warna hitam sedangkan tudung payungo mengandung empat warna sebagai warna adat Gorontalo. Pengertian Makna Suatu obyek tentu memiliki makna tersendiri seperti makna untuk bentuk-bentuk tudung payungo dan paluwala. Selanjutnya juga makna yang terdapat pada bagian tambi’o dan warna yang digunakan pada kedua tudung tersebut. Menurut kamus bahasa Indonesia dalam Hariana, 2008 28, ” Kata makna… adalah arti atau maksud, dalam kamus bahasa Inggris ditemukan padanan tentang makna yaitu 1 Mean yang artinya bermaksud, berarti, menakdirkan, memaksudkan, memperuntukkan, dan bersungguh-sungguh; 2 Meaning artinya arti, 3 Meaningful artinya berarti, penuh dengan arti”. Dalam kamus bahasa Indonesia Dani, 2006 328 “makna adalah linguistik atau telaah bahasa secara ilmiah, arti atau maksud sesuatu kata”. Dalam hal ini makna memiliki pengertian tersendiri pada setiap obyek. Peneliti menyimpulkan bahwa makna adalah mengartikan sesuatu yang dianggap penting. Terkait dengan obyek penelitian, peneliti akan mengidentifikasi makna warna, bentuk-bentuk dan tambi’o yang terdapat pada tudung payungo dan paluwala. Misalnya makna dari warna kain yang digunakan pada tudung payungo dan paluwala, makna bentuk dasar tudung payungo dan paluwala, makna motif-motif yang menjadi tambi’o pada kedua tudung itu. Pengertian Umum Busana Penertian secara umum busana menurut Arifah 2003 1 “Secara umum busana…adalah segala sesuatu yang dipasangkan ketubuh manusia mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, meliputi unsur baju, kain/celana selendang/tutup kepala, sandal/alas kaki, dan unsur aksesoris” dalam Hariana, 200820. Selanjutnya menurut Barnard busana juga adalah “salah satu rentang penandaan yang paling jelas dari penampilan luar, yang dengannya orang menempatkan diri mereka terpisah dari orang lain, dan selanjutnya, diidentifikasi sebagai suatu kelompok tertentu” dalam Ibrahim, 2006 46. Dari uraian di atas, busana merupakan suatu benda yang dipakai oleh manusia mulai dari ujung kepala hingga ujung mata kaki yang memiliki fungsi untuk melindungi ataupun memperindah tubuh. Berdasarkan hal tersebut tudung kepala payungo dan paluwala yang di pakai oleh pengantin pria merupakan bagian atas dari busana, yakni busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. METODE PENULISAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tilote Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang 6 menghasilkan data bersifat deskriptif. Data-data dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Subjek penelitian ini yaitu bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala payungo dan paluwala. Sementara objek penelitian adalah tudung payungo dan tudung paluwala. Data yang telah dikumpul dianalisis melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian maka, peneliti dapat mendeskripsikan bentuk dan fungsi tudung kepala payungo dan paluwala secara rinci dengan melihat bentuk dasar dari masing-masing tudung payungo dan paluwala dan juga dari segi fungsi dan maknanya. Deskripsi Tudung Payungo “Payungo adalah tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi akad nikah. Kata payungo merupakan bahasa daerah Gorontalo dan bahasa Indonesia adalah destar kepala. Destar kepala adalah kain yang diikat pada kepala” wawancara bersama Suleman Hunowu 6 september 2013, di Kelurahan Huangobotu. Sementara menurut wawancara bersama Usman 10 september 2013, di Kelurahan Pulubala ”Payungo adalah sebutan tunggal dan payunga tilabatayila adalah sebutan nama tudung yang telah digabung, karena tilabatayila merupakan empat warna sebagai warna adat Gorontalo yang ada pada payungo. Empat warna tersebut adalah warna merah, kuning, hijau, dan ungu”. Berdasarkan dua pendapat informan di atas, bahwa nama tudung untuk pengantin pria yang dipakai pada prosesi akad nikah adalah payungo. Kata payungo merupakan kata tunggal yang memiliki tilabatayila yaitu empat warna adat sehingga untuk menyebutnya lebih lengkap menjadi payunga tilabatayila. Menurut Daulima “tilabatayila terdiri dari1. warna merah merah jambu, merah muda, merah darah babi, oranye, 2. Warna hijau hijau muda, hijau tua,…, 3. Warna kuning kuning emas, kuning telur, kuning muda,…, 4. warna ungu ungu tua, ungu muda,…” 2006185. Keempat warna tilabatayila di atas merupakan warna adat masyarakat Gorontalo yang dipakai pada payungo. Berdasarkan pengamatan terhadap penggunaan keempat warna tilabatayila tersebut terdapat banyak variasi penggunaan warna pada tudung payungo yaitu ada yang lebih menonjolkan warna merah muda, merah jambu, merah darah babi dan begitupun dengan warna-warna lainnya seperti warna hijau yang terdiri dari hijau muda dan hijau tua. Begitu pula dengan warna kuning yaitu terdapat warna kuning emas, kuning telur, dan kuning muda. Demikian pula dengan warna ungu. Bentuk payungo terdiri dari bentuk tampak depan, tampak belakang, tampak atas, tampak bawah, dan tampak samping kiri dan kanan. Pada bagian depan terdapat bentuk segi tiga yaitu jika dilihat secara menyeluruh tapi dalam pembentukan tampak depan payungo, segitiga tersebut merupakan bentuk 7 dasarnya. Sedangkan bentuk payungo dari tampak atas, bawah, kiri, dan kanan terbentuk lingkaran yang disesuaikan dengan ukuran kepala pria. Menurut Sanyoto 200583-84 ”raut bidang geometri atau bidang yang dibuat secara matematika meliputi segi tiga, segi empat, segi lima, segi enam, segi delapan, lingkaran dan sebagainya”. Dari uraian bentuk payungo di atas, dapat digambarkan bahwa bentuk payungo dasarnya dibangun dari bentuk segi empat menjadi bentuk segi tiga sebagai ampak depan. Pada bagian bentuk lainnya membentuk lingkaran kepala tudung payungo. Selain bentuk dasar yang telah diuraikan di atas terdapat juga bentuk-bentuk berupa akesoris hiasan yang biasa disebut tambi’o. “Tambi’o adalah bahasa daerah Gorntalo yang artinya noda. Tambi’o yang dimaksud pada tudung kepala pria yaitu noda berupa motif kembang yang menghiasi tudung” Wawancara Abdul Wahab Lihu tanggal 3 November 2013, di Limboto. Menurut Margono 201071-72 ” motif bidang bisa berupa bidang geometrik, bidang organik, atau gabungan antara keduanya. Motif flora, fauna, dan manusia umumnya ditampilkan dalam bentuk stilasi dan dekoratif”. Uraian di atas dapat dijelaskan bahwa tambi’o yang dijadikan hiasan pada tudung kepala payungo merupakan motif dasar flora yaitu berupa buah bitila dan padi. Sedangkan rantai dengan bentuk lonjong dan bulat dengan dasar bentuk geometris. Pada bagian-bagian sisi tertentu payungo maka hiasan tambi’o dikreasikan agar terlihat unik. Untuk bentuk buah padi kini ada yang masih menggunakannya di tudung payungo dan ada pula yang tidak menggunakan buah padi begitu juga bentuk buah bitila. Deskripsi Tudung Paluwala “Paluwala adalah salah satu tudung kepala pria yang dipakai pada saat repsi pernikahan. Kata paluwala merupakan bahasa daerah Gorontalo dan makuta merupakan setengah bahasa Indonesia yang artinya mahkota” wawancara Suleman Hunowu 6 september 2013, di Kelurahan Huangobotu. “Paluwala juga hanya bisa dipakai oleh olongia raja pada masa kerajaan dan nama paluwala hanya berlaku pada masa pemerintahan kerajaan sebelum pemerintah Belanda masuk ke Gorontalo” wawancara Karmin Delatu 5 oktober 2013, di Bulango Selatan. Menurut Wawancara bersama Usman tanggal 10 september 2013, di Kelurahan Pulubala. “paluwala sudah merupakan nama asli dari tudung kepala pria yang dipakai pada resepsi pernikahan sedangkan makuta merupakan nama tudungnya juga tetapi nama tersebut sudah menjadi istilah tudung kepala pria yang dipakai saat resepsi karena sudah ada pengaruh dari penjajahan Belanda”. Hasil wawancara di atas menggambarkan bahwa nama tudung kepala pria yang dipakai saat resepsi pernikahan disebut paluwala. Kata paluwala merupakan nama asal dari bahasa daerah Gorontalo sedangkan makuta adalah serapan dari bahasa Indonesia mahkota yang dilatari oleh pengaruh penjajahan Belanda sehingga paluwala disebut juga makuta. 8 Pada paluwala terdapat beberapa bentuk dan hiasan aksesoris yang membentuk paluwala yaitu bentuk segi tiga sama kaki, bentuk lengkung, bentuk lingkaran, bentuk tumbuhan yaitu daun bitila yang menempel pada bagian depan tudung kepala paluwala atau lebih jelasnya dilekatkan pada bagian depan bentuk segi tiga sama kaki yang menjulang ke belakang, bentuk hewan yaitu ular naga berada pada tampak samping kiri dan kanan tudung kepala paluwala, dan bentuk hiasan/tambi’o berupa kembang bunga rose, bunga melati, cempaka, delapan bintang kecil, dan rantai. Namun, untuk bentuk bunga melati, cempaka, dan hiasan delapan bintang kecil kini sudah tidak ditemukan pada tudung kepala paluwala karena bentuk kembang yang dipakai pada tudung paluwala adalah bentuk bunga rose. “Bahan-bahan asli yang membentuk paluwala maupun tambi’onya adalah dari bahan suasa campuran perak dan emas dan nggoba tembaga, perak, dan emas. Akan tetapi kini tukang rias sudah tidak menggunakan bahan-bahan asli tersebut karena prosesnya dianggap sulit. Oleh karena itu, bahan yang digunakan kini ada yang berupa aluminium, kuningan, kain, dan bahan plastik. Hal ini dikarenakan proses pembuatan bahan aslinya sudah tidak ada karena proses pembuatan bahannya menggunakan potas dan air keras emas. Sehingga kini, untuk bentuk bitila dan naga menggunakan lembaran kuningan, bahkan plastik dan kain juga dapat dikreasikan untuk membentuk bitila dan hiasan ular naga. Hiasan plastik bisa dibeli di pertokoan dan dari daerah lain karena hal tersebut memudahkan para tukang untuk memperoleh bahannya” wawancara bersama Martha Yusuf 23 November 2013, di Desa Tilote. Dalam kajian bentuk dasar tudung kepala paluwala ini bahwa peneliti dapat mendeskripsikan beberapa pola dasar pembentuk tudung kepala paluwala yang dipakai oleh pria pada resepsi pernikahan. Diantaranya ada bentuk segi tiga sama kaki untuk pembentuk paluwala tampak depan, bentuk lengkung dengan bidang datar menyerupai bentuk setengah lingkaran yang akan membentuk sayap kiri dan kanan pada paluwala. Pada bentuk tampak samping kiri dan kanan inilah yang akan di hiasi dengan bentuk ular naga dan juga bentuk lingkaran sesuai dengan ukuran kepala pria. Deskripsi Fungsi Tudung Payungo Dan Tudung Paluwala Tudung kepala payungo difungsikan secara umum yaitu sebagai tudung kepala yang dipakai oleh pria pada prosesi perkawinan akad nikah. Selain fungsinya secara umum sedangkan tudung kepala paluwala difungsikan secara umum juga untuk dipakai pada saat resepsi pernikahan. Bentuk-bentuk dan hiasan tambi’o yang ada pada kedua tudung tersebut dapat difungsikan secara khusus diantaranya Fungsi Seni, Fungsi Aksesoris, dan Fungsi Estetika. Fungsi Seni Menurut Ensiklopedia Indonesia, bahwa“ pengertian seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena keindahan bentuknya orang senang melihat atau mendengarnya”dalam Margono dan Aziz, 20103. 9 Berdasarkan hal tersebut tudung kepala payungo dan paluwala berfungsi sebagai benda atau karya seni yang telah diciptakan oleh masyarakat Gorontalo yang memiliki keindahan bentuk tersendiri atau keindahan seni. Menurut Margono dan Aziz 20103 mengemukakan bahwa” Keindahan seni adalah keindahan yang diciptakan manusia. Keindahan di luar ciptaan manusia tidak termasuk keindahan yang bernilai seni, misalnya keindahan pantai di Bali, keindahan gunung Bromo, dan keindahan burung merak. Jadi seni merupakan ciptaan manusia yang memiliki keindahan”. Fungsi Aksesoris Pada kedua tudung kepala pria yaitu payungo dan paluwala terdapat bentuk-bentuk sebagai aksesoris yang memiliki makna yang berbeda dari perbedaan bentuk aksesorisnya pula. “Aksesoris adalah pelengkap busana yang berfungsi menambah keserasian berbusana” Riyanto, 2003205. Berdasarkan uraian di atas peneliti dapa menyimpulkan bahwa tudung kepala payungo dan paluwala merupakan pelengkap dari busana adat perkawinan masyarakat Gorontalo. Sedangkan bentuk-bentuk berupa hiasan tambi’o buah bitila, buah padi, bulan bintang, dan rantai merupakan aksesorisnya. Sama halnya dengan bentuk-bentuk yang ada pada tudung kepala paluwala terdapat bentuk aksesoris berupa bentuk dungo bitila, ular naga, bunga rose, dan bulan bintang. Fungsi Estetika Tudung kepala payungo dan tudung kepala paluwala salah satu benda penciptaan manusia pada masyarakat Gorontalo yang memiliki keindahan atau nilai estetika. Menurut Kartika, 200410 ”keindahan dalam arti estetika murni, menyangkut pengalaman estetis dari sesorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedangkan keindahan dalam arti terbatas, lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerapnya dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna secara kasat mata wadhag”. Uraian di atas menggambarkan bahwa dalam pembuatan tudung kepala tersebut serta bentuk-bentuk aksesorisnya sudah merupakan pengalaman estetis bagi seseorang yang membuatnya dan keindahan yang terdapat pada bentuk tudung kepala payungo dan paluwala ada pada aksesoris hiasan tambi’o dan pada warna kain yang digunakan. Pendapat lain mengatakan menurut Kant, bahwa”ada dua macam nilai estetis… salah satunya nilai estetis atau nilai murni. Oleh karena nilainya murni, maka bila ada keindahan dikatakan murni. Nilai estetis yang murni ini terdapat pada garis, bentuk, warna dalam seni rupa” dalam Kartika, 2007 6. Pada bentuk-bentuk yang ada pada tudung kepala tersebut memiliki nilai estetis murni pada garis-garis yang ada seperti pada garis bentuk segi tiga, persegi panjang, lengkung pada bidang datar dan juga pada komposisi hiasan tambi’o sebagai aksesoris tudung kepala payungo dan tudung kepala paluwala. 10 Deskripsi Makna Tudung Kepala Payungo Dan Paluwala Pada bentuk tudung kepala payungo dan paluwala terdapat makna dari masingmasing bentuk berupa makna bentuk dasarnya, makna tambi’o, dan juga makna warna yang ada dari masing-masing tudung payungo dan tudung paluwala. 1 Makna yang terdapat pada tudung kepala payungo adalah terdapat pada tudungnya dan juga pada bentuk aksesoris yaitu buah bitila, rantai pegikat, satu bentuk bulan bintang, dan padi. Dari bentuk tudung kepala payungo dan bentuk buah bitila serta padi bermakna ikatan seorang raja atau pengantin pria yang disatukan dengan pengantin wanita menjadi satu keluarga. Khusus untuk ujung bentuk segi tiga pada tampak depan payungo menjulang ke atas berbentuk huruf Alif bermakna ke Esaan Tuhan. Selain itu warna tilabatayila juga memiliki makna simbolik sebagai tanda empat kerajaan kecil Gorontalo yang terdiri dari empat linula yaitu Bilinggata/ Kota Ungu, Hunginaa/ Telaga Hijau, Wuwabu/Tapa Kuning, dan Lupoyo/Kabila Merah. Ungu melambangkan kesetiaan dan keanggunan, hijau melambangkan kesuburan, kedamaian, kerukunan, kesejukan dan kesucian agama, kuning melambangkan kemuliaan dan keluhuran budi, dan merah melambangkan keberanian. 2 Makna tudung kepala paluwala yang letaknya menjulang ke atas dan terkulai ke belakang berbentuk bulu unggas yang disebut ”Layi”. Bulu unggas dilambangkan dengan sifat kehalusan dan kelembutan dimana sifat tersebut diharapkan menjadi kepribadian Sang Raja. Layi dimaksudkan menjulang ke atas karena melambangkan huruf Alif yang mengandung makna ke Esaan Tuhan. Selain itu bentuk daun bitila dengan lima helai daun dilambangkan sebagai lima kerajaan besar Gorontalo yaitu1. Kerajaan Tuwawa Suwawa, 2. Kerajaan Hulontalo Gorontalo, 3. Kerajaan Limutu Limboto, 4. Kerajaan Bulango Tapa, dan 5. Kerajaan Atingola Atinggola. Bentuk lain adalah bentuk ular naga yang menggambarkan kewaspadaan dan lambang hukum yang adil dan merata. Bentuk rantai atau rantai yang memberikan makna sebagai pengikat keseluruhan makna tudung dan juga rakyat dengan segala harapannya, dan makna bulan bintang sebagai lambang ada tiga serangkai adat yang mengangkat seorang raja. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa bentuk tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi adat perkawinan masyarakat Gorontalo ada dua bentuk yaitu 1. Bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria yang dipakai pada prosesi adat akad nikah yaitu payungo yaitu a Bentuknya terdapat bentuk dasar segi empat dan segi tiga hingga membentuk tudung kepala dengan bentuk lingkaran juga berdasarkan lingkaran kepala. 11 Bentuk lain yang terdapat pada tudung kepala payungo adalah bentuk buah bitila yang di dalamnya terdapat daun bitila, rantai pengikat, bulan bintang, dan bentuk padi sebagai bentuk aksesoris atau tambi’o pada tudung tersebut. b Fungsi dari bentuk dasar segi empat dan segi tiga yang telah diuraikan di atas adalah sebagai dasar terbentuknya tudung kepala payungo dan tudung kepala ini merupakan hasil karya seni sehingga fungsinya juga sebagai fungsi seni. Sedangkan bentuk buah bitila dan padi merupakan bentuk yang berfungsi sebagai aksesoris pada tudung kepala tersebut dan tudung kepala payungo serta bentuk aksesorisnya memiliki fungsi estetika dalam seni. c Makna yang terdapat pada tudung kepala payungo adalah terdapat pada tudungnya dan juga pada bentuk aksesoris yaitu buah bitila, rantai pegikat, satu bentuk bulan bintang, dan padi. Dari bentuk tudung kepala payungo dan bentuk buah bitila serta padi bermakna ikatan seorang raja atau pengantin pria yang disatukan dengan pengantin wanita menjadi satu keluarga. Khusus untuk ujung bentuk segi tiga pada tampak depan payungo menjulang ke atas berbentuk huruf Alif bermakna ke Esaan Tuhan. Selain itu Warna tilabatayila juga memiliki makna simbolik sebagai tanda empat kerajaan kecil Gorontalo yang terdiri dari empat linula yaitu Bilinggata/ KotaUngu, Hunginaa/ Telaga Hijau, Wuwabu/Tapa Kuning, dan Lupoyo/Kabila Merah. Ungu melambangkan kesetiaan dan keanggunan, hijau melambangkan kesuburan, kedamaian, kerukunan, kesejukan dan kesucian agama, kuning melambangkan kemuliaan dan keluhuran budi, dan merah melambangkan keberanian. 2. Bentuk, fungsi, dan makna tudung kepala pria paluwala yang dipakai pada resepsi pernikahan yaitu a. Bentuk yang ada pada tudung kepala paluwala yang dijadikan dasar bentuknya adalah bentuk segi tiga sama kaki untuk tampak depannya, bentuk lengkung pada bidang datar untuk tampak samping kiri dan kanan, bentuk kupia yang sesuai dengan lingkaran kepala dan juga bentuk daun bitila sebagai aksesoris tampak depan, bentuk naga pada tampak samping kiri dan kanan tudung paluwala yang dihiaskan juga dengan tambi’o bunga rose pada sekeliling daun bitila, bulan bintang, ranai pengikat, dan ular naga. b. Fungsi dari tudung kepala paluwala terdapat fungsi umum sebagai bagian dari pakaian adat masyarakat Gorontalo untuk pria dan fungsi lainnya adalah fungsi seni, fungsi aksesoris, dan fungsi estetika sama halnya dengan fungsi pada tudung kepala payungo bahwa bentuk berupa daun bitila, ular naga, bunga rose, bulan bintang, dan rantai pengikat termasuk pada fungsi seni, aksesoris, dan estetika. c. Makna tudung kepala paluwala yang letaknya menjulang ke atas dan terkulai ke belakang berbentuk bulu unggas yang disebut ”Layi”. Bulu unggas dilambangkan dengan sifat kehalusan dan kelembutan dimana sifat tersebut diharapkan menjadi kepribadian Sang Raja. Layi dimaksudkan menjulang ke atas karena melambangkan huruf Alif yang mengandung makna ke Esaan Tuhan. Selain itu bentuk daun bitila dengan lima helai daun dilambangkan sebagai lima kerajaan besar Gorontalo yaitu1. Kerajaan Tuwawa Suwawa, 2. Kerajaan Hulontalo Gorontalo, 3. Kerajaan Limutu Limboto, 4. Kerajaan Bulango Tapa, dan 5. Kerajaan Atingola Atinggola. Bentuk lain adalah 12 bentuk ular naga yang menggambarkan kewaspadaan dan lambang hukum yang adil dan merata. Bentuk rantai atau rantai yang memberikan makna sebagai pengikat keseluruhan makna tudung dan juga rakyat dengan segala harapannya, dan makna bulan bintang sebagai lambang ada tiga serangkai adat yang mengangkat seorang raja. 3. Perbedaan dan persamaan bentuk, fungsi, dan makna pada tudung kepala payungo dan paluwala adalah a. Perbedaan Untuk bentuk yang ada pada tudung kepala payungo terdapat bentuk buah bitila, satu bulan bintang, dan padi sebagai aksesorisnya. Sedangkan pada tudung kepala paluwala terdapat daun bitila, ular naga, tujuh bentuk bulan bintang, dan bunga rose. Selain itu penggunaan warna kain juga berbeda, untuk payungo menggunakan empat warna sebagai warna adat Gorontalo yaitu tilabatayila Merah, kuning, hijau, ungu. Sedangkan pada tudung kepala paluwala menggunakan kain berwarna hitam dengan makna yang berbeda pula. b. Persamaan Untuk kedua tudung kepala payungo dan paluwala sama-sama menggunakan aksesoris rantai pengikat dan juga bentuk bulan bintang meskipun jumlah yang dipakai berbeda. Namun, maknanya sama untuk masing-masing tudung tersebut. Selain itu untuk bentuk segi tiga tampak depan dari kedua tudung yang menjulang ke atas mengandung makna yang sama yaitu melambangkan huruf Alif dan bermakna ke Esaan Tuhan. Dilihat dari fungsi tudung secara umum dan khusus juga sama yaitu tudung kepala pria sebagai bagian dari pakaian adat Gorontalo dan kedua tudung tersebut memiliki fungsi seni, fungsi aksesoris, dan fungsi estetika. Saran Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka saran penelitian ini antara lain 1 Perlunya dokumentasi dan sosialisasi oleh pemerintah daerah sebagai upaya melestarikan budaya Gorontalo. 2 Dibutuhkan penelitian lanjutan yang terkait dengan busana adat secara keseluruhan atau busana adat perkawinan secara khusus untuk memperkaya temuan penelitian yang terkait karya seni dalam budaya Gorontalo. DAFTAR PUSTAKA Djakaria, Ibrahim, 2002. Pakaian Adat Gorontalo. Limboto Tidak Diterbitkan, Dibagikan Hanya Saat Seminar Antar Tokoh Adat. Daulima, Farha, 2006. Tata Cara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Suku Gorontalo. Daulima, Farha, dan Hariana. 2009. Mengenal Busana Adat Daerah Gorontalo. Gorontalo Galeri Budaya Daerah Mbu’i Bungale. 13 Hariana, 2008. Busana Adat Perkawinan Suku Gorontalo Tesis. Bandung Program Studi Desain Institut Teknologi Bandung. K. Dani. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Dilengkapi Dengan EYD. Untuk SD, SMP, SMU, Mahasiswa & Umum. Surabaya Putra Harsa. Kartika, Dharsono Sony, 2004. Seni Rupa Modern. Bandung Rekayasa Sains. Kartika, Dharsono Sony, dkk. 2004. Pengantar Estetika. Bandung Rekayasa Sains. Kartika, Dharsono Sony, 2007. Pengantar Estetika. Bandung Rekayasa Sains. Margono, Tri Edy, dan Abdul Aziz. 2010. Mari Belajar Seni Rupa untuk SMP-MTS kelas VII, VIII, dan IX. Jakarta Pusat Perbukuan, Kementrian Nasional. Partanto, Pius A dan Yuwono, Trisno. 1994. Kamus Bahasa Indonesia. Riyanto, Arifah, 2003. Desain Busana. Bandung YAPEMBO. Santoyo, Ebdi Sadjiman, 2005. Dasar-dasar Tata Rupa & Desain Nirmana. Yogyakarta. CV. Arti Bumi Intaran. Santoyo, Ebdi Sadjiman, 2009. Nirmana, Dasar-dasar Seni dan Desain. Yogyakarta & Bandung Jalasutra.